Kamis, 23 Desember 2010
KADAR AIR SAMPAH
I. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar air sampah dari suatu sampel.
II. PRINSIP
Prinsip praktikum ini adalah sampah dikeringkan agar semua air yang terkandung di dalamnya dapat menguap.
III. DASAR TEORI
Kadar air sampah merupakan salah satu sifat fisis sampah. Kadar air menunjukkan kandungan air yang ada dalam sampah. Dalam pengukuran kadar air sampah, metode yang biasa dilakukan adalah metode pengukuran berat basah dan berat kering. Metode pengukuran berat basah menyatakan kandungan air sampah sebagai persentase berat basah mateial, sedangkan metode pengukuran berat kering menyatakan kandungan air sampah sebagai persentase berat kering mateial. Metode yang paling umum digunakan adalah metode berat basah. Dalam bentuk persamaan, kandungan air berat basah dinyatakan sebagai berikut :
M (%) =
Keterangan :
M = kandungan air (%)
W = berat sampel awal (gram)
d = berat sampel setelah pemanasan (gram)
Kadar air sampah domestik berbeda-beda karena beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain komposisi sampah, musim tahunan, kelembapan, kondisi cuaca terutama hujan.
Pengukuran kadar air sampah berguna untuk penentuan desain incinerator dan operasinya, karena kadar air sampah berpengaruh terhadap nilai kalori dan karakteristik ignition sampah.
Kadar air pada sampah juga tergantung pada komposisi sampah karena masing-masing komponen sampah memiliki kemampuan mengikat air yang berbeda-beda. Dibawah ini adalah data kadar air yang dikandung oleh komponen-komponen sampah pada umumnya.
Komponen sampah | % Kelembaban |
Sisa – sisa makanan Kertas Karton/papan tipis Plastik Kain dan produk tekstil Karet Dedaunan dan rumput Kayu Bahan organik Gelas Kaleng Logam – logam non besi Logam besi Abu debu Sampah padat | 70 6 5 2 10 2 60 20 25 2 3 2 3 8 20 |
IV. ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat :
- Cawan petri
- Penjepit
- Timbangan digital
- Oven
4.2 Bahan
sampel sampah
V. CARA KERJA
1. Menimbang cawan petri kosong yang sudah dipanaskan dalam oven 105 C selama 2 jam, kemudian mencatatnya.
2. Memasukkan sampel sampah ke dalam cawan petri tersebut, kemudian menimbang dan mencatatnya (a gram).
3. Memanaskan cawan petri dalam oven 105 C selama 2 jam.
4. Mengeluarkan cawan petri setelah 2 jam, kemudian mendinginkannya dalam suhu ruang atau memasukkannya dalam desikator.
5. Menimbang cawan petri setelah dingin dan mencatatnya ( b gram).
VI. DATA
Berat cawan petri = 42.64 gram
Berat cawan petri dan sampah sebelum pemanasan = 43.66 gram
Berat cawan petri setelah pemanasan (tidak dilakukan)
VII. PERHITUNGAN
Kadar Air
% Kadar air = 100 %
Kadar Kering
% Kadar Kering = 100 % - % kadar air
VIII. ANALISIS
Hasil perhitungan tidak bisa dilakukan untuk menunjukkan persentase kadar air sampel sampah dan persentase kadar keringnya. Dalam praktikum ini tidak dilakukan pemanasan dalam incinerator karena membutuhkan waktu yang lama. Sampah dengan kadar air rendah seperti pada sampel, memerlukan penanganan yang tidak begitu rumit. Penanganan yang dilakukan bisa berupa pembakaran karena kadar air yang rendah memudahkan sampah terbakar dengan cepat. Kadar air sampah ini merupakan parameter dalam penentuan desain incinerator yang dapat menghancurkan sampah dengan residu sesedikit mungkin.
IX. KESIMPULAN
1. Kadar air sampel sampah adalah 10.37 % dan kadar keringnya yaitu 89.63 %.
2. Kadar air ini dipengaruhi oleh cuaca dan musim saat pengukuran.
3. Kadar air sangat penting untuk menentukan teknik dan desain pengelolaan yang efektif dan efisien.
X. DAFTAR PUSTAKA
Howard S, Rowe, Donald R, Tchobanoglous, George, 1985, Environmental Engineering, Mc Graw Hill Book Company, Singapore .
Sawyer dan Mc Carty, 1978, Chemistry for Environmental Engineering Third Edition, Mc Graw Hill Book Company, Singapore .
Modul Praktikum Laboratorium Limgkungan, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITB,1999.
Minggu, 12 Desember 2010
Engineering Education “Today in History” Blog: The Kyoto Protocol is Signed
by Andrew FavorcloseAuthor: Andrew Favor Name: Andrew Favor
Email: a_favor@berkeley.edu
Site: http://About: Masters Candidate Mechanical Engineering University of California BerkeleySee Authors Posts (50) · December 11th, 2010 · Add a Comment ShareThis
In 1992 the Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) was adopted and was a major force in addressing the problem of global warming. As greenhouse gas levels rose around the world it became clear that countries had to be committed to reducing their greenhouse gas emissions. This commitment came in the form of the Kyoto Protocol. Name after the city it was signed in, Kyoto, Japan, the now has over 174 parties that have ratified the protocol. Of these 36 are have committed to reduce their greenhouse gas levels by at least 5% of the 1990 baseline. These targets must be reached within a five year time frame between 2008 and 2012. One notable exception, is United States even though it is a member of the UNFCCC. On February 16th, 2005 the protocol entered into force and will expire in 2012.
The Kyoto Protocol affects almost all the major sectors of the economy and is considered to be the most far-reaching agreement on environment and sustainable development ever adopted. Since its inception many governments have adopted new policies to meet their protocol commitments. And in the future the protocol will act as a framework for any international agreement on climate change. Some doubt the connection between greenhouse gasses and climate change. But, the Fourth Assessment Report on the Intergovernmental Panel on Climate Change, launched this year may have put an end to those doubts.
Langganan:
Postingan (Atom)